REVIEW BUKU : Filososfi Teras, Filsafat Yunani Untuk Mental Tangguh Masa Kini

isi Buku

Dimasa sekarang, generasi milenial hidup dengan segala kemudahan dan kecepatan. Baik dalam pertukaran informasi, transportasi, dan emosi. Kita perlu rehat untuk memberi luang bagi jiwa kita yang rentan cemas, frustasi dan depresi. Ketiga hal itu muncul karena hal sepele yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan.

Sadar enggak sih? kalo sekarang hidup kita penuh dengan "tipu-tipu" alias kepura- puraan? Tepatnya pura-pura bahagia atau ingin terlihat bahagia. Tapi masih berkeluh kesah dengan hidup yang enggak sesuai harapan dan malah terjebak sampai membohongi diri sendiri. Merasa baik-baik saja setelah putus sama pacar dan berusaha terlihat tegar.

Merasa acuh tak acuh dengan hinaan “gendut”, padahal jauh di lubuk hati yang terdalam kita sedih dan terluka. Kemudian kita akan mencari tips menurunkan berat badan dari berbagai sumber. Dan tanpa kita sadari, hal ini membuat mental kita down dan memicu frustasi. Jadi, sebenarnya apa sih bahagia menurut kamu? Gimana sih kamu menyikapi hal-hal itu? Dan apa yang buat kamu yakin kalo kamu bakal tetap bahagia?


Filosofi Teras atau stoisisme ini menawarkan konsep hidup yang dapat mengurangi dampak  buruk ter sebut dengan cara memperbaiki pola pikir yang keliru atas masalah yang dihadapi. Filosofi Teras yang berumur kurang lebih 2000 tahun ini memang ajaran yang cukup kuno. Tetapi ajaran ini relevan untuk generasi milenial yang memiliki mental tangguh.

Filosofi Teras bertujuan untuk memberikan kehidupan yang tenang dan bebas dari emosi negatif. Emosi negatif disini adalah emosi yang kamu ciptakan sendiri dari fakta yang kamu miliki, kemudian ditambah dengan persepsi-persepsi yang berlebihan. Hal yang dapat kita lakukan untuk menghilangkan emosi negatif adalah berusaha mengelola hal-hal yang terjadi dengan persepsi kita sendiri. Misalnya, kamu terjebak macet dan tanpa sengaja ada pengendara yang menabrak bagian belakang motormu. Faktanya hanya itu, tak perlu ditambahkan dengan persepsi bahwa dia sengaja menabrakmu, atau kamu sedang dikutuk oleh Tuhan. Senecca pernah berkata:

“Seorang praktisi stoa seharusnya merasakan keceriaan senantiasa dan sukacita yang terdalam, karena ia mampu menemukan kebahagiaannya sendiri, dan tidak menginginkan sukacita yang lebih daripada sukacita yang datang dari dalam (inner joys)"

Fokus filosofi ini mencakup dua hal yaitu apa yang dapat kamu kendalikan dan apa yang tidak dapat kamu kendalikan. Contohnya, kamu bersusah payah belajar untuk menghadapi ujian. Itu adalah hal yang dapat kamu kendalikan. Hasil dari ujian tersebut, jelas bukan hal yang dapat kamu kendalikan.

Contoh lainnya, perihal media sosial. Apapun yang kamu unggah ke media sosial memiliki potensi untuk dicela. Tetapi kamu tidak perlu ambil pusing dengan menanggapi apa yang ada di luar kendalimu.

Praktisi filosofi ini beranggapan bahwa kamu telah menyia- nyiakan energimu dengan menanggapi hal-hal di luar kendalimu. Kamu akan terus terpuruk jika menanggapi hal-hal tersebut.

Kebahagiaan berarti tidak ada gangguan. Ketika jiwa kita tidak terganggu, maka kita akan merasa tenang, damai, dan mendapatkan kebahagiaan itu sendiri. Jika kebahagiaan kita bergantung pada hal di luar kendali kita, maka bersiaplah untuk kehilangan kebahagiaan.

Namun kita tidak akan kehilangan kebahagiaan, jika kita bergantung pada hal yang dapat kita kendalikan. Tidak ada satupun hal yang dapat merenggutnya dari kita.

Bukan berarti kita tidak boleh bersosialisasi dan bersenang-senang. Tapi hal ini membuat kita sadar, bahwa kesenangan mudah datang dan pergi. Kita boleh saja menikmati kekayaan yang kita miliki. Namun ketika kekayaan itu pergi, kita masih tetap bisa berbahagia.

(Sandy Maulana)

0 Komentar